Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) merupakan hal yang perlu dipahami ketika Anda membeli, menjual, atau mewariskan properti. Berapa biaya BPHTB dan cara menghitungnya juga wajib diketahui.
BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas setiap peralihan hak tanah dan bangunan, sehingga wajib dihitung dan dibayarkan oleh pihak terkait sesuai dengan ketentuan hukum. Sayangnya, masih banyak yang bingung mengenai cara menghitung tarif BPHTB. Yuk, pahami biaya dan cara hitungnya!
Pengertian BPHTB dan Dasar Hukumnya

BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah maupun sebuah bangunan. Pajak ini menjadi kewajiban bagi pihak yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan dalam proses transaksi seperti jual beli, warisan, hibah, atau bentuk perolehan lainnya.
BPHTB diatur secara jelas dalam Pasal 1 angka 43 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang menjadi landasan hukum pelaksanaannya.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa hak atas tanah maupun bangunan mencakup berbagai jenis hak, termasuk hak milik, guna usaha, guna bangunan, hingga pengelolaan, beserta bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut.
Dengan kata lain, setiap bentuk perolehan hak, baik berupa pembelian maupun hibah, masuk dalam objek pajak BPHTB. Hal ini menjadikan BPHTB sebagai bagian integral dari proses legalitas perolehan tanah atau bangunan di Indonesia.
Pajak ini biasanya ditanggung oleh pembeli dalam suatu transaksi properti. Sementara itu, penjual juga memiliki kewajiban membayar pajak penghasilan (PPh) atas keuntungan dari penjualan tersebut.
Artinya, baik penjual maupun pembeli memiliki tanggung jawab pajak masing-masing yang harus dipenuhi untuk memastikan transaksi berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Berapa Biaya BPHTB?

Biaya dari BPHTB dihitung berdasarkan 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOP-KP), yaitu selisih antara Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Perolehan Tidak Kena Pajak (NPTKP).
Nilai NPTKP biasanya berbeda-beda tergantung pada kebijakan pemerintah daerah setempat. Contohnya, jika nilai tanah yang dibeli adalah Rp500 juta dengan NPTKP sebesar Rp60 juta, maka NPOP-KP yang dikenakan pajak adalah Rp440 juta.
Nah, dengan tarif 5%, maka BPHTB yang harus dibayarkan adalah Rp22 juta. Pajak ini wajib dibayar oleh pembeli atau penerima hak sebelum proses sertifikasi tanah dapat dilanjutkan di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Penting untuk memahami mekanisme ini agar tidak terjadi kesalahan perhitungan yang berujung pada denda atau kendala administrasi. Jika Anda berencana membeli properti, pastikan menyiapkan anggaran tambahan untuk membayar BPHTB sebagai bagian dari proses legalitas yang sah.
Cara Menghitung Biaya BPHTB

Untuk menghitung BPHTB, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Menentukan Nilai Transaksi atau NJOP
Langkah pertama dalam menghitung BPHTB adalah mengetahui nilai transaksi yang terjadi antara pihak penjual dan pembeli atau menentukan NJOP.
NJOP adalah harga atau nilai tanah dan bangunan yang tercatat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB atau yang berlaku berdasarkan hasil pengukuran di lapangan. Nilai transaksi atau NJOP yang lebih tinggi akan menjadi dasar ketika menghitung biaya dari BPHTB.
2. Mengurangi Nilai Perolehan dengan Nilai Bebas Pajak
Setelah mendapatkan nilai transaksi atau NJOP, Anda perlu mengurangi dengan Nilai Perolehan yang Tidak Kena Pajak (NPTKP).
NPTKP adalah batas nilai yang tidak dikenakan biaya BPHTB. Setiap daerah di Indonesia mungkin memiliki nilai NPTKP yang berbeda, dan ini biasanya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat.
3. Menghitung BPHTB Berdasarkan Tarif
Setelah dikurangi dengan NPTKP, sisa nilai transaksi yang lebih besar dari NPTKP akan dikenakan tarif BPHTB. Berdasarkan peraturan yang berlaku, biaya BPHTB adalah 5% dari nilai yang dikenakan pajak setelah dikurangi dengan NPTKP.
Misalnya, jika nilai transaksi yang dikenakan pajak setelah dikurangi NPTKP adalah Rp 1.000.000.000, maka BPHTB yang harus dibayar adalah 5% x Rp 1.000.000.000 = Rp 50.000.000.
Objek yang Dikenakan Pajak BPHTB

Berdasarkan aturan undang-undang, objek BPHTB ada berbagai macam, seperti:
- Jual beli, transaksi umum di mana tanah atau bangunan berpindah tangan antara pembeli dan penjual.
- Pertukaran tanah atau bangunan antara dua pihak.
- Hibah dan hibah wasiat
- Tanah atau bangunan yang diwariskan kepada ahli waris.
- Ketika tanah atau bangunan dimasukkan sebagai aset dalam perusahaan atau badan hukum lainnya.
- Peralihan yang terjadi akibat pemisahan hak atas tanah atau bangunan.
- Saat hak atas tanah atau bangunan diperoleh melalui proses lelang.
- Pelaksanaan putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.
- Proses bisnis yang mengakibatkan peralihan hak tanah atau bangunan karena merger, peleburan, dan pemekaran.
- Perolehan tanah atau bangunan yang diterima sebagai hadiah.
Objek yang Tidak Dikenakan Biaya BPHTB
Meski cakupan objek pajak BPHTB cukup luas, tidak semua perolehan hak atas tanah atau bangunan dikenakan pajak.
Ada beberapa pihak dan kondisi tertentu yang dikecualikan dari kewajiban ini. Berdasarkan peraturan yang berlaku, berikut adalah enam kategori yang tidak dikenakan BPHTB:
1. Perwakilan Diplomatik dan Konsulat
Pihak perwakilan diplomatik dan konsulat yang diakui oleh pemerintah, serta memenuhi prinsip perlakuan timbal balik (reciprocal treatment), dikecualikan dari kewajiban BPHTB.
Hal ini merupakan bagian dari kebijakan hubungan internasional yang menghormati kedudukan dan peran mereka di Indonesia.
2. Negara untuk Kepentingan Umum
Perolehan hak tanah atau bangunan oleh negara yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan atau pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum juga tidak dikenakan BPHTB. Contohnya adalah jembatan, jalan umum, sekolah, atau berbagai fasilitas umum lainnya.
3. Badan atau Organisasi Internasional
Badan atau perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai pihak yang dikecualikan dari BPHTB. Biasanya, organisasi ini memiliki status diplomatik atau menjalankan misi internasional yang diakui di Indonesia.
4. Konversi Hak Tanpa Perubahan Nama
Jika seorang individu atau badan memperoleh hak tanah atau bangunan melalui konversi hak atau perbuatan hukum lainnya tanpa adanya perubahan nama, maka BPHTB tidak dikenakan.
Contohnya adalah perubahan status hak milik dari hak adat menjadi hak milik sendiri tanpa pemindahan kepemilikan.
5. Wakaf dan Warisan
Tanah atau bangunan yang diperoleh melalui wakaf untuk kepentingan sosial atau keagamaan, serta perolehan tanah atau bangunan sebagai warisan, tidak dikenakan BPHTB.
6. Kepentingan Ibadah
Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan ibadah, seperti pembangunan tempat ibadah, tidak dikenakan BPHTB. Hal ini bertujuan untuk mendukung kebebasan beragama dan pembangunan fasilitas keagamaan.
Pengecualian ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam kebijakan pajak, sehingga tidak memberatkan pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam aktivitas diplomatik, sosial, atau keagamaan. Memahami kategori ini sangat penting, karena tidak harus terikat dengan biaya BPHTB yang dibebankan.
Menghitung tarif BPHTB dengan cermat sangat penting dalam proses transaksi properti, terutama bagi Anda yang berencana untuk membeli bangunan. Dengan memahami cara menghitung biaya ini, Anda dapat mempersiapkan anggaran secara lebih matang.
Jika Anda tertarik membeli properti dengan harga terjangkau dan proses yang transparan, Kadarland bisa menjadi pilihan yang tepat.
Kadarland menawarkan berbagai properti, dari rumah subsidi hingga komersil, yang tentunya sudah memperhitungkan seluruh tarifnya, terkait termasuk biaya BPHTB. Untuk tahu tipe-tipe hunian di Kadarland lebih lanjut, kunjungi kadarland.com dan temukan rumah yang Anda impi-impikan itu di sini!